Kamis, 05 Juli 2012

Kau Mengaku Muslim ???

   




Kau mengaku muslim, tapi tak bangga dengan busana muslim-mu, pakaian kafir kau tiru


Kau mengaku muslim, tapi tak terima dengan syari’at peraturan kau anggap angin lewat

Kau mengaku muslim, dunia kau kejar, akhirat kau dampar

Kau mengaku muslim, perkembangan infotainment tak ketinggalan, perkembangan islam tak kau fikirkan

Kau mengaku muslim, sholat kau laksanakan , maksiatpun terus jalan

Kau mengaku muslim, Cinta islam kau bilang “iya” , belajar islam kau bilang “nanti saja”

Kau mengaku muslim, ingin syurga takut neraka, tapi berislam sekedarnya saja

Kau mengaku muslim, pagi kau beriman, malam kau kafir, malam kau beriman pagi kau kafir lagi

Kau mengaku muslim, media dan gadjet tak pernah ketinggalan, Al-Qur’an tak lagi jadi pedoman

Kau mengaku muslim, perniagaan dunia kau kuasai, perniagaan dengan Allaah kau acuhi

Kau mengaku muslim, Rukun iman kau hapal, untuk mengamalkan niat dan usaha nol besar

Kau mengaku muslim, Nabi Muhammad kau bilang pedoman, mengikuti sunnahnya kau enggan

Kau mengaku muslim, maksiat kau anggap biasa, Syari’at kau anggap fanatisme beragama

Kau mengaku muslim, majelis gaul tak pernah alpa, majelis dzikir kau bilang “buang waktu saja

Kau mengaku muslim, Al-fathihah lancar kau baca, ditanya artinya cuma bisa garuk kepala

Kau mengaku muslim, nikmat yang kau punya kau bilang anugerah Tuhan, mengamalkannya     “ Just for have fun”

Kau mengaku muslim, berkhalwat dengan manusia kau ahlinya, berkhalwat dengan Allaah kalau susah saja... Inikah muslim namanya ???

Sabtu, 25 Februari 2012


Cinta, Ta’aruf-mu salah langkah !


                                                                                               
Langit kemerah-merahan yang menyelimuti alam tempat tinggalku mulai merona dengan barisan awan-awannya di medan senja.  Aku yang duduk dibawahnya terusik pada iringan kisah masa laluku yang membuat hatiku sering diserang rasa dag dig dug tidak karuan . Traumatik rasanya. Ya… benar , benar-benar traumatik. Bagaimana tidak , cinta memang perkara fitrah namun kali ini cinta itu dibalut dengan kesalahpahaman manusia dalam mengartikan kata ta’aruf.
Beberapa waktu silam ketika aku beranjak dari dunia putih abu-abu, rasanya bebas sudah segala beban yang terus menerpa otak kiriku. Sedikit istirahat dari banyak buku yang menumpuk di meja belajar. Saat itu, mulailah aku melamar di salah satu lembaga kesehatan yang berbasis islamik, tak menunggu lama akhirnya aku diterima sebagai salah satu tenaga medis di sana. Uh.. senangnya. Hatiku meronta-ronta gembira. Keseharianku yang sudah terlepas dari kewajiban sebagai pelajar, mulai ku isi celah-celah waktu dengan kegiatanku di dunia maya: membaca artikel islami, kata-kata motivasi, serta menggali wawasan keislamanku sebagai muslimah. Tak sengaja ketika aku membaca salah satu postingan Fun Page di situs jejaring social Facebook, aku tersentak kagum pada posting tersebut yang isinya mengisahkan bagaimana harmonisasi cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra yang tidak pernah disentuh oleh kesalahpahaman dalam mengapresiasikan cinta. Sucinya cinta mereka membuatku iri dan ingin menjadikan kisah hidupku dalam perkara cinta layaknya cinta yang dikisahkan mereka. Merasa tertarik , aku iseng-iseng meng-copas (copy-paste) posting tersebut dan ku update dalam status Facebook-ku, barangkali bisa menginspirasi teman-teman Facebook-ku yang lain ketika membaca status ini, dalam benakku berkata.

Wooww… ternyata status yang ku update itu memberikan banyak sumbangan jempol (like) pembacanya. Tak lama room chat Facebook-ku didatangi tamu tak diundang, yang sedikit mengusik aktivitasku disana. (Siapakah dia ?)  Ya, sebut saja dia Si Ikhwan, seorang Ikhwan yang lembut tutur katanya, yang fahim agamanya dan yang smart intelektualnya (-awalnya yang aku tau). Dia adalah seorang mahasiswa semester awal, jurusan Matematika Science, FMIPA di salah satu Universitas di Jakarta. Awalnya tak banyak bicara, namun intensitas komunikasi yang tak jarang di Facebook yang pada akhirnya membuat aku dan dia akrab juga. Lama-lama ko’ ada yang aneh ya kalau enggak’ komunikasi sama Ikhwan tersebut, walaupun yang dibicarakan adalah perkara-perkara urgensi seperti keagamaan dan seputar fakta kehidupan baik jasmani maupun ruhiyah. Tak menutup kenyataan hingga pada akhirnya aktivitas chatting dan saling bertukar postingan di Facebook semakin meningkat. Mulai dari memberikanku ucapan selamat dan motivasi karna telah diterimanya aku di salah satu lembaga kesehatan, sampai pada malam hari kelahiranku tiba, Ikhwan tersebut memberikanku banyak kejutan lewat puisi-puisi yang di posting dalam wall Facebook-ku hingga kata-kata yang dituturkannya dalam room chat yang berisi “Dik, Maukah adik menjadi istri kakak dunia dan akhirat”. Byuurr…. rasanya hati seperti disiram madu, manis rasanya. Ikhwan menawarkan diri untuk berta’aruf denganku dan berprinsip sebagai seseorang yang anti-pacaran. Seketika aku teringat pada kisah Ali dan Fatimah yang menginspirasiku untuk mengikuti jejak cinta mereka, mungkin ta’aruf adalah solusinya. Malam itu hanya rasa haru yang menyelimuti hati di malam miladku yang ke-17. Mungkin masih tergolong labil untuk belia sepertiku yang baru saja menginjakan kaki di usia ke-17, apalagi ingin mengarungi hari ke dalam prosesi ta’aruf yang diharapkan akan berujung ke jenjang pernikahan. Saat itu aku tak banyak bicara, dan hanya mengiyakan apa yang dikatakan Sang Ikhwan saat berlangsungnya komunikasi di Facebook.
Sepertiga malam lepas dari obrolan tersebut, aku munajatkan segala isi hati yang menumpuk dalam benakku, istikharah cinta hampir ku lakukan setiap hari untuk memohon kepada-Nya agar jalan ta’aruf ini berjalan sebagaimana yang diinginkan aku dan Ikhwan tersebut. Hem… hari-hariku rasanya semakin sering dihabiskan berkomunikasi dengan Sang Ikhwan walau hanya di Facebook. Beberapa bulan berlalu, akhirnya Ikhwan memintaku agar dia bisa menghubungiku lewat telepon berkenaan dengan masalah urgensi yang terjadi dalam hubungan antara aku dan dia. Jelas pada akhirnya kami berdua bukan saja berkomunikasi lewat jejaring social Facebook tapi juga lewat telepon. Setiap hari Facebook dan telepon selularku dipenuhi dengan kehadiran  Sang Ikhwan (ya.. yang seperti ini sepertinya bukan lagi disebut ta’aruf) -tapi kala itu yang menguasai hati dan fikiranku adalah tentang dia dan keinginannku untuk menikah.
Melihat hari-hariku yang dipenuhi dengan komunikasi bersama Sang Ikhwan di telepon selular, Ibu, Ayah dan Saudara-saudaraku gerah juga, dan mencoba mencari informasi tentang Ikhwan tersebut, juga sejauh apa hubunganku dengan dia. Aku jelaskan kepada kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku mengenai keseriusannya padaku, walau tak sedetikpun aku dan Sang ikhwan tersebut pernah mengenal atau bertemu dalam dunia nyata. Zlep, serentak mereka terkejut dengan apa yang ku katakan , mungkin yang ada dalam benak mereka adalah kekhawatiran dan kewas-wasan yang saat itu juga tergambarkan di paparan raut wajah mereka, aku adalah gadis yang masih sangat belia, labil dan belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk diriku sendiri, mana mungkin aku bisa mengarungi bahtera rumah tangga yang jelas pasti banyak tantangan di dalamnya. Begitu sekiranya fikiran mereka terhadapku saat itu. Tapi aku mencoba untuk meredam kekhawatiran mereka dengan pemikiranku yang hanya tertuju pada keberlangsungan hubunganku dan Ikhwan. Alhasil mereka tetap tidak menyetujui hubungan ini. Berbagai cara mereka lakukan untuk meyakinkanku bahwa jalan yang ku ambil bersama Ikhwan adalah sebuah kekeliruan, nampaknya seperti terhipnotis oleh segala kelebihan Ikhwan dari segi agama, intelektual dan social, mati-matian aku membela Sang Ikhwan di depan keluargaku sendiri. Jelas mereka jadi sangat memusuhiku, gelar sebagai “Anak Pembangkang” juga telah dinobatkannya padaku. Sedih rasanya melihat perlakuan keluarga sendiri terhadapku hingga aku putuskan untuk menceritakan hal ini kepada Sang Ikhwan. Aku jelaskan kepada dia apa yang selama ini terjadi antara aku dan keluarga. Sang Ikhwan mencoba menjadi pendengar yang baik bagi hatiku dan menenangkan aku yang dilanda isak tangis kala itu. Entah apa yang telah dia rasuki ke dalam fikiranku, segala dan apa yang dia katakan nampaknya tak sedikitpun aku elakkan, selalu aku percaya apa-apa yang dia katakan dan yang diceritakannya kepadaku. Apa yang dia katakan selalu aku anggap benar, sehingga aku relakan memperjuangkan Sang Ikhwan di hadapan keluarga.
Suatu saat kedua orang tuaku memintaku agar Sang Ikhwan menemui mereka, menjelaskan apa yang terjadi antara aku dan Sang Ikhwan. “Jika Dia memang serius kepadamu, Bawalah Ikhwan tersebut menghadap Ayah dan Ibu” begitu kata mereka. Tak banyak kata, aku menyampaikan pesan Ibu dan Ayah kepada Ikhwan. Tanpa ambil pusing Sang Ikhwan mengiyakan undangan kedua orang tuaku dan berjanji akan menemui mereka. Aku sedikit tenang. Alhamdulillah, semoga petemuan nanti akan membuka pintu hati keluargaku yang selama ini tertutup untuk kehadiran Sang Ikhwan, demikian hatiku berkata.
Hari berganti hari, janji hanya sekedar janji. Janjinya untuk menemui keluargaku selalu diundur-undur dengan alasan masih banyak pekerjaan yang harus dia urus dan selesaikan, sementara keluarga sudah berkali-kali menagih janji kepadaku. Aku bingung sendiri bagaimana menghadapi kondisi emergency ini. Suatu saat, ketika aku tengah menjalani aktivitas pekerjaanku sebagai tenaga kesehatan di lembaga tempat aku bekerja, seorang laki-laki dengan atasan berlapis jaket hitam dan celana hitam mendatangiku, awalnya aku kira hanya passient biasa atau pelanggan yang ingin membeli obat, namun laki-laki itu melontarkan banyak pertanyaan seputar kesehatan kepadaku, ku jawab seperlunya dan tidak ingin banyak bicara. Pembicaraan selesai, laki-laki itu menyodorkan sebuah kitab bahasa Arab kepadaku, dan menjelaskan bahwa dia adalah seseorang yang diberikan kepercayaan dari Ikhwan untuk menyampaikan amanat berupa kitab bahasa Arab tersebut kepadaku. Dengan rasa terkejut dan keheranan hatiku bertanya-tanya “mengapa Ikhwan tersebut menyuruh laki-laki itu yang mengantarkan kitab ini ?”. Tanpa ambil pusing aku menerima kitab itu, dan laki-laki itupun segera pergi. Sampai di rumah, aku menceritakan kejadian tadi kepada keluarga, keluargaku terkejut dan berfikir sama dengan apa yang ku fikirkan, mengapa tak Ikhwannya langsung yang mengantarkan kitab itu kepadaku.
Beberapa hari setelah kejadian berlangsung, Sang Ikhwan mengirimkanku sebuah pesan singkat, segera ku buka inbox yang masuk di telepon selularku. “Aku dalam perjalanan menuju rumahmu, Malam ini aku akan datang memenuhi undangan orang tuamu ”. Aku terdiam membaca pesan singkat ini, tak ada yang bisa menggambarkan perasaanku saat itu dan tanpa berfikir panjang aku kabarkan berita ini kepada orang tuaku. Aku hanya berharap pertemuan orang tuaku dan dia nanti akan membuka hati keluarga untuk kehadiran Ikhwan serta keberlangsungan hubungan ini, walaupun pertemuan ini telah ditunda-tunda sepihak selama beberapa bulan oleh Si Ikhwan. Tak lama seorang laki-laki berkostumkan kemeja kotak-kotak berlapiskan jaket hitam, bersarung hijau, mengenakan peci, ransel yang menggantung dipunggungnya dan sebuah buku yang selalu menempel ditangannya kemanapun dia pergi yang merupakan ciri khas laki-laki tersebut tengah bertamu ke rumahku. Salah satu keluarga mempersilahkannya duduk dan menunggu. Aku yang masih di dalam rumah mencoba melihat di balik jendela kamarku dan memastikan siapa orang yang tengah bertamu itu. Ku intip sedikit dan… Huuzsshhh, “bukankah yang seharusnya menemuiku adalah Ikhwan yang selama ini tergambar di fikiranku, tapi kenapa laki-laki ini lagi yang datang menemuiku,? “ laki-laki yang tempo lalu mengatarkan sebuah kitab titipan Ikhwan kepadaku. Aku memanggil ayah dan menginterupsikan untuk menemui laki-laki itu. Ayah segera menemuinya sementara aku lebih memilih untuk mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam. Selang beberapa menit pembicaraan mereka berlangsung, kakakku yang ada di dalam bersamaku, menyuruhku untuk menemui laki-laki itu bersama Ayah yang terlebih dahulu menemuinya. Terpaksa aku keluar juga, aku duduk di samping ayah dan mendengarkan pembicaraan mereka. Setalah mendengar jawaban dan penjelasan laki-laki itu atas pertanyaan ayah, serasa kepala mau pecah, kesal bercampur malu menjadi satu. Diam dan berusaha tenang yang hanya bisa ku lakukan saat itu. Kesimpulan dari jawaban laki-laki itu dan apa yang dijelaskannya kepadaku dan ayah adalah sebenarnya dialah Ikhwan yang selama ini menjalin hubungan denganku, bahwa dia bukanlah apa yang selama ini diceritakannya kepadaku, bahkan identitas sang Ikhwan yang selama ini aku tahu bukanlah identitas yang sebenarnya, identitas keluarganya yang diceritakan selama ini kepadaku bukanlah identitas yang sesungguhnya, bahkan beberapa cerita tentang aktivitasnya sehari-hari adalah bentuk rekayasa yang dibuatnya juga, foto-foto yang terlampir di belantara facebooknya adalah foto hasil smart-editing yang menjadikan gambar dirinya dalam foto tersebut sangat berbeda jauh lebih bagus dengan tampak aslinya. Dengan gamblangnya dia menjelaskan satu hal di hadapan aku dan ayah, bahwa awalnya dia hanya menjadikanku bahan eksperimen dan penelitian cintanya, namun tak menutup kenyataan bahwa pada akhirnya Sang Ikhwan juga terperangkap dalam permainan cintanya sendiri. Dia mencintaiku, dan berharap bisa melanjutkan hubungan denganku.
Mengetahui hal itu, keluargaku merasa terhina dengan apa yang dilakukannya padaku, tanpa kompromi lagi sudah jelas keluargaku tak sedikitpun merestui hubungan yang ku jalani bersamanya. Sembari menutup kekesalan, kekecewaan dan rasa malu-ku kepada orang tua dan keluarga bersarku yang sebelumnya sudah mendengar kabar angin bahwa aku akan segera menikah, aku mencoba menghubungi Sang Ikhwan dan meminta penjelasan yang lebih luas tentang apa yang selama ini dia lakukan kepadaku, dengan menampilkan sikap baik seperti saat sebelum ku bertemu dengan dia, yang mencintai dia dan menghargai setiap apa yang dia katakan kepadaku. Dan ternyata penjelasan yang sama seperti yang dijelaskannya waktu dia ke rumahku yang aku dapatkan dari mulutnya lewat telepon. Ahh… aku tak percaya, seperti mimpi rasanya. Aku termenung dalam kekecewaanku, hari-hari ku lewati dengan penuh kebimbangan, dan rasa sakit yang mendera jiwa, ingin meninggalkan kisah kelam ini namun aku menyadari bahwa sedikit aku mencintainya namun banyak kenangan yang telah aku lalui bersamanya, aku telah terbiasa berkomunikasi dan aneh dirasa jika sehari saja tak mendengar suaranya diapun merasakan hal yang demikian, dia sangat mencintaiku, cinta pertamanya adalah aku dan berharap kelak aku bisa menjadi istri baginya. Namun melihat situasi dan kondisi keluargaku yang tak lagi sedikitpun memberi restu, rasanya tidak mungkin hubungan ini bisa dilanjutkan, Sang Ikhwan-pun penuh kebimbangan, disatu sisi dia sangat mencintai aku dan ingin mempertahankan hubungan yang telah berlangsung ini, tapi di sisi lain restu dari keluargaku sudah tak mungkin lagi didapatkan akibat ulahnya sendiri. Sementara, aku rapuh di atas kekecewaan terhadap apa yang telah dilakukannya padaku selama ini, fikiranku semakin kacau tidak karuan, suka merenung dan menangis seketika. Di tengah ketermenungan, aku mencoba menghibur diri dan log in ke Facebook-ku, barangkali banyak postingan yang bisa memotivasi diriku yang sedang dalam keterpurukan, ku buka dan ku dapatkan Message dari seorang Akhwat yang sedikit banyak memberikan motivasi dan banyak pelajaran berharga.
“ Assalamu’alaikum Ukhti..”
Bagaimana kabar imanmu hari ini ? Semoga hatimu masih dalam tuntunan dan Rahmat-Nya.
Ukht.. Jika kamu selalu murung dan menyesali apa yang tengah melandamu saat ini , mungkinkah kamu bisa saja disebut sebagai hamba-Nya yang kurang bersyukur ???
Ukhti… engkau adalah gadis belia yang cantik dan manis, keinginanmu untuk menikah adalah atas izinnya, tapi satu hal yang selalu kita lupa ukht.. apa yang menjadi Izin-Nya tak berarti menjadi Ridho-Nya. Jangan ukhti .. jangan engkau selalu meratapi dan menyesali apa yang telah berlaku dalam hidupmu, Allah punya rencana indah di atas rencana. Apa yang kamu alami sudah menjadi Rencana-Nya, dan di atas Rencana-Nya, Allah mempunyai Rencana lain untukmu ukhti. Sadarilah bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah sebaik-baiknya Dzat Perencana.
“Dan berencanalah kalian, Allah membuat rencana. Dan Allah sebaik-baik perencana.” (Ali Imran: 54)
Cinta memang terkadang membuat kita lupa akan Kebesaran-Nya, taukah kau ukhti ..
Cinta yang Hakiki adalah cinta karena-Nya, jika cinta dalam hatimu datang semata-mata karena-Nya, engkaupun harus ikhlas meninggalkan cinta semata-mata karena-Nya. Cinta yang suci itu cinta yang tak pernah tersentuh oleh “cinta” sebelum cinta itu menjadi kehalalan bagi penikmatnya, sekalipun cinta itu hanya ada dalam kata-kata.  Bisa jadi apa yang engkau alami saat ini adalah sebuah teguran sebagai bentuk rasa Cinta-Nya terhadapmu Ukhti. Mungkin selama ini engkau lupa bahwa apa yang kau jalani bersama seseorang yang engkau kagumi bukanlah sebuah tindakan yang di-Ridhoi-Nya. Dan Allah sedang memberikan Petunjuk-Nya kepadamu.. “Maka Allah menyesatkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki.. (QS. Ibrahim : 4)
Ukhti mungkin engkau akan bertanya-tanya atas ujian yang melanda hatimu saat ini. Kenapa engkau diuji ?? Allah telah menjawab dalam Al-Qur’an ukht :  “Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar dan, sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” -(QS. Al-Ankabut ayat 2-3)
Dan jika engakau bertanya : Mengapa aku tak dapat apa yang aku idam-idamkan ?
Allah juga telah menjawab dalam Al-Qur’an:“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” – (QS Al-Baqarah ayat 216)
Sungguh Maha Benar Allah atas segala Firman-Nya. Bersyukurlah ukhti, karna itu kunci pembuka Rahmat-Nya, Allah sedang mengetuk hatimu, lihatlah bagaimana Allah sangat mencintaimu ukht, Allah sedang memanggilmu untuk segera kembali ke jalan yang di-Ridhoi-Nya.
Ukhti.. sungguh aku mencintaimu karna Allah..
Aku menorehkan pesan ini kepadamu karna Allah
Aku melihat keberadaanmu karena Allah..
Dan kita dipertemukan karna Allah, Insyaa Allah ..
“Wassalamu’alaiki yaa Ukhti”

Tersentak air mataku bercucuran dan hatiku luluh dalam tangisan, haru dan bahagia yang kurasa saat itu, membaca inboxnya hatiku seperti ditiupkan nyawa kembali. Ya.. dia adalah rekan kerjaku, seorang akhwat yang lemah lembut, pintar, sopan, berjilbab lebar, dan setiap apa yang dikatakannya mampu menenangkan hati pendengarnya, sungguh beliau salah satu cerminan Akhwat sejati. Memang, sejak awal lingkungan tempat kerjaku adalah tempat yang mampu memberikanku banyak hikmah didalamnya, mulai dari aku yang belajar memperbaiki pakaianku, yang biasanya jilbab setengah-setengah mulai ku labuhkan jilbab lebar, itulah jilbab syar’i, kemudian aku yang mulai menyadari urgensi tarbiyah bagi muslimah sampai pada ukhwah islamiyah yang mendarah daging. Subhaanallaah. Serasa, Aku ingin mencintainya karna Allah, dan aku ingin seperti dia karna Allah. Aku bangkit dan aku harus berubah, semangatku membara. Pada hari itu juga ku putuskan untuk tidak melanjutkan hubungan terlarang dengan Ikhwan tersebut yang telah berlangsung kurang lebih 6 bulan lamanya, ku hubungi kembali Sang Ikhwan dan ku katakana padanya bahwa aku ingin mengakhiri hubungan terlarang ini. Marah, kesal, dan emosi bercampur kata-kata kasar yang justru Ikhwan itu lontarkan kepadaku, hinaan bahkan cacian si Ikhwan ditimpa padaku saat aku memutuskan hubungan terlarang itu. Ya.. sepertinya dia belum bisa menerima keputusananku, jiwanya tak terkontrol sementara marah menjadi raja atas dirinya ketika aku memutuskannya, semua aku lakukan karna aku baru menyadari bahwa hubungan yang selama ini aku jalani bukanlah cinta layaknya serial cinta Ali dan Fathimah, apa yang ku jalani bukanlah kesucian cinta yang menjadi fitrah dari Allah Ta’ala, justru kecelakaan cinta namanya. Sakit memang sakit mendengar kata-kata kasar yang keluar dari mulut Sang Ikhwan, namun jiwaku mungkin akan lebih sakit jika masih ku jalani hubungan terlarang itu dengannya. Hanya bait-bait doa mengharap ampunan-Nya yang mampu ku tuturkan kala kegoncangan jiwa itu melanda “ Yaa Rabb, Cinta yang datang semata-mata karena-Mu, cinta itu juga akan pergi semata-mata karena-Mu, maka berikanlah aku keikhlasan dalam menerima datang dan perginya cinta yang Engkau fitrahkan pada setiap diri manusia. Dan  sisi-kan-lah aku dalam penjagaan-Mu siang maupun malam ketika cinta itu datang dan pergi seketika. Hanya kepada-Mu aku berserah diri yaa Rabb….

Kamis, 19 Januari 2012

Urgensi Tarbiyah bagi Muslimah

laskarpenasukowati.blogspot.com

Muslimah merupakan komponen dalam keluarga dan masyarakat yang sangat menentukan perannya dalam membentuk generasi dan menciptakan peradaban. Sejarah telah mencatat, sejak zaman nabi Adam,hingga nabi yang terkahir nabi kita Muhammad saw , banyak kita dapatkan kisah betapa muslimah (wanita) di sekitar para nabi sangat berperan di dalam membantu tugas da’wah para nabi. Sebagai contoh misalnya peran Siti Asiah istri fir’aun, di tengah kehidupan jahil Fir’aun dan anak buahnya, Asiah telah menunjukkan keteguhannya dalam memegang keimanan kepada Allah swt,dan kepada Musa as.,walaupun harus menanggung ujian berat . demikian jug peran ibu Musa ketika musa masih bayi, yang dengan ikhlas memenuhi perintah Allah untuk menghanyutkan bayinya. Juga peran kakak musa yang turut serta memantau kotak yang berisi bayi musa yang dihanyutkan. Kita lihat juga bagaimana peran siti Hajar Ayah Ismail as, dalam mendidik anaknya sehingga mampu menjadi hamba Allah yang sabar ketika menerima perintah untuk disembelih. Lihatlah juga bagaimana pengorbanan dan perjuangan Khadijah ra dalam membela da’wah suaminya. Peran Asma binti Abu Bakar yang telah membantu kesuksesan dakwah Rasulullah saw. Kapandaian aisyah ra ,sehingga mampu mendidik kaum wanita sepeninggal Rasul, dengan mengajarkan beragai macam hadis.


Munculnya muslimah yang demikian besar perannya dalam kehidupan dan sejarah perjuangan para nabi, tentu tidak secara instant dan tiba-tiba. Mereka semua menjadi muslimah yang tangguh dalam segala hal, adalah berkat adanya proses pembinaan yang berkelanjutan . Maka jika kita semua, tanpa kecuali, baik laki-laki ataupun perempuan ingin mengulang sejarah,mengukir kembali pribadi-pribadi muslimah yang siap mendukung terciptanya peradaban Islam yang gemilang, mestilah memberikan dukugan yang penuh terhadap aktifitas tarbiyah muslimah. ada Pemahaman ini penting, sehingga akan kerja sama yang selaras antara ikhwan dan akhwat dalam mensukseskan program tarbiyah muslimah. Pembinaan merupakan sesuatu yang niscaya, karena fitrah manusia yang senantiasa membutuhkan nasehat dan perhatian. Kenapa demikian?

Karena manusia adalah makhuk yang diciptakan Allah salah satunya memiliki sifat lupa. Dengan demikian, manusia,termasuk di dalamnya muslimah butuh untuk selalu diingatkan dan diarahkan (Fa dzakir fainna dzikra tanfaaul mu’minin).

Karena tabiat manusia yang membutuhkan hidup berkelompok. Pembinaan dalam beberapa hal melatih bagaimana muslimah dapat hidup berkelompok dengan berbagai tanggung jawabnya. 

Karena manusia memiliki tabiat lemah dan bodoh ( QS …………). Dengan kesadaran ini, maka muslimah kan terpacu untuk senantiasa menambah ilmu dan 
wawasan sehingga akan dapat mengarungi kehidupannya dengan ilmu dan pemahaman

Dari uraian di atas, kita dapat memahami bahwa beberapa urgensi tarbiyah bagi Muslimah adalah sebagai berikut :

1. Dengan tarbiyah muslimah dapat menambah ilmu dan wawasan
2. Dengan tarbiyah muslimah dapat mendukung suami dalam da’wah 
3. Dengan tarbiyah muslimah dapat sukses dalam mendidik anak
4. Dengan tarbiyah muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dalam memberdayakan lingkungan yang islami.

Tarbiyah merupakan sarana untuk menambah ilmu dan wawasan.

Ilmu akan menjadi cahaya dalam melangkah. Ilmu akan memandu setiap langkah muslimah. Dengan ilmu juga seseorang akan menjadi takut kepada Allah. Ilmu juga akan mengangkat derajat seseorang disisi Allah dan di sisi manusia.

AL Qur’an surat al mujadillah ayat 11 


"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Jika para muslimah memiliki ilmu dan wawasan yang luas, mereka akan mampu memberikan pengajaran dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mengetahui jalan-jalan kebaikan, yang dengannya dia akan banyak kesempatan/peluang untuk beramal, mampu mengajarkan kebaikan kepada masyarakatnya, Dan seorang muslimah yang memiliki banyak ilmu dan wawasan tidak akan ditipu dan dibohongi oleh pihak-pihak yang ingin menjerumuskannya dari kalangan musuh –musuh Allah. 

Dengan tarbiyah yang dilakukan secara rutin setiap pekan dalam halaqah, peluang-peluang untuk mendapatkan tambahan ilmu akan semakin besar, karena selain mendapatkan ilmu-ilmu secaara langsung dari murobinya, di dalam halaqah juga seorang muslimah akan dimotivasi untuk memperbanyak kegiatan menggali ilmu di luar halaqah, misalnya dengan aktifitas membaca. Para shahabiyah terbiasa menanyakan hal-hal yang belum diketahui kepada Rosulullah dan para istri-istrinya, karena semangat mencari ilmu yang tinggi. Aisyah Ra. Termasuk salah seorang shahbiah sekaligus istri nabi yang memiliki ilmu dan wawasan yang sangat luas, terbukti dengan meriwayatkan banyak hadis, yang jumlahnya lebih dari 200. 

Muslmah yang memiliki ilmu pada gilirannya juga akan meningkatkan keimanan. Karena iman harus didahului dengan ilmu. Perhatikan firman Allah Fa’lam annahu Laa ilaaha illa LLAH. Kata fa’lam tersirat makna agar kita punya ilmu,sehingga kita bisa mengimani Allah.

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa iman seseorang kadang naik dan kadang berkurang ( Hadis Riwayat …………… Al Iimanu yaziidu wayankusu ). Dalam kehidupan seorang muslimah, manakala dia mengalami penurunan iman, maka akan berdampak buruk bagi orang-orang di sekelilingnya, baik suami, orang tua , maupun anak-anaknya. Dampak buruk itu misalnya dapat berupa menjadi sasaran pelampiasan kemarahan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, tidak mustahil akan berakibat pada penurunan produktifitas dari suatu kelurga. Kita bisa membayangkan seorang suami yang menjadi sasaran kemarahan istri, pasti tidak dapat bekerja secara konsentrasi dan optimal. Demikian juga anak-anak di sekolah tidak dapat belajar dengan konsentrasi dan baik,manakala selalu dimarahi oleh ibunya. Seseorang yang marah, pada hakekatnya dia sedang membuang-buang energi, yang berarti melakukan kesia-siaan.

Selain menjadi mudah marah, seorang muslimah yang mengalami penurunan iman juga akan menjadi malas dalam melakukan aktifitas ibadah. Kemalasan dalam beribadah ini pada akhirnya juga akan menurunkan kembali keimanan, sehingga menjadi lingkaran tak berujung. Bisa kita bayangkan jika muslimah tidak mendapatkan siraman dalam tarbiyah yang akan menghidupkan dan menyegarkan kembali keimanannnya. Ibarat tanaman yang menjadi segar kembali setelah layu karena tidak disiram. Kemalasan dalam melakukan ibadah juga akan menjadi satu hal yang pada gilirannya akan di contoh oleh anak-anak.Akhirnya akan lahirlah generasi yang pemalas.
Rosulullah saw mengajarkan kita untuk berdoa agar terhindar dari sifat malas : 

Allahumma inna na’udzubika minal hammi wal hazan wana’udzubika minal ajzi wal kasal,wanau’dzubika minal jubni wal buhl, wanau’dzubika min ghalabatidaeni waqohri rijal .


Penurunan keimanan pada gilirannya juga akan melemahkan motivasi dalam banyak hal .Orang yang lemah motivasinya akan kehilangan semangat dalam menggapai sesuatu yang lebih baik dimasa depan. Padahal Rasulullah saw menyampaikan kepada kita bahwa : Orang yang keadaannya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, adalah orang yang celaka,sementara orang yang keadaanya hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang yang rugi. Dan orang yang beruntung adalah orang yang keadaan hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Dengan keimanan yang terus meningkat , seorang muslimah akan lebih produktif di dalam beramal, baik dalam lapangan kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak dapat di bantah lagi bahwa semua pihak harus mendukung untuk terlaksananya tarbiyah bagi muslimah.

Selain hal-hal tersebut di atas, dengan aktifitas tarbiyah , yang juga terkandung makna aktifitas thalabul ilmi,seseorang akan dimudahkan jalan masuk ke syurga.

“Barangsiapa yang berjalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya untuk masuk syurga”

Dengan Tarbiyah muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah

Perempuan dan laki-laki diciptakan oleh untuk saling bekerja sama dalam kebaikan sebagaimana firman Allah di dalam surat at taubah 71


"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."


Seorang muslimah yang terbina akan memahami posisi dirinya sebagai mitra suami dalam menjalankan tugas da’wah.Maka is akan berusaha bahu membahu dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya. Ia akan memahami betul bagaimana menjadi seorang istri yang shalehah, yang senantiasa taat kepada suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan dan harta suami, serta menyenangkan bila dipandang. Muslimah yang terbina juga akan senatiasa mendukung dan memotivasi suami untuk selalu istiqomah di jalan da,wah, dan tidak akan menghalang-halangi suami dalam amal kebaikan. Langkahnya selalu terinspirasi oleh sosok Khadijah ra,istri Rosulullah yang secara total menyerahkan apa saja yang dimilikinya untuk kepentingan dakwah islam, baika harta,waktu,serta jiwanya.

Berbahagialah soerang suami yang memilki pendamping yang setia dan penuh pengorbanan seperti pengorbanan Khadijah Ra. Sosok Khadijah lahir dari proses pembinaan yang intensif.

Agar muslimah dapat mendukung dakwah suami secara optimal, maka dirinya dituntut untuk mampu memenej semua sumberdaya yang ada dengan baik, Baik sumber daya yang berupa harta,tenaga,ataupun waktu . Disinilah pentingnya seorang muslimah memilki ketrampilan-ketrampilan rumah tangga ataupun ketrampilan tambahan yang akan mendukung tugas-tugasnya.

Muslimah membutuhkan banyak ketrampilan dalam menjalankan seluruh aktifitas kehidupannya,baik dalam lingkungan rumah tangga, maupun dalam lingkungan kehidupan social masyarakat. Mulai dari ketrampilan mengurus diri dengan manejemen waktu , ketrampilan dalam kehidupan rumah tangga dengan tugas-tugas merawat dan mendidik anak, menjaga kerapihan dan keindahan rumah dll. Juga ktrampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ketrampilan –ketrampilan tersebut mungkin nampaknya sepele, tetapi jika tidak disiasati dengan baik, akan berakibat pada kualitas hidup yang tidak baik, karena terjadi pemborosan sumber daya. Seorang muslimah di tuntut untuk dapat bekerja dengan cerdas, ikhlas dan tuntas, dan bukan sekedar bekerja keras,sehingga ia dapat mendukung tugas da’wah suami,dan melaksanakan tugas dakwah bagi dirinya. 

Allah swt berfirman di dalam surat at Taubah 105 : 


"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan."


Tarbiyah adalah jalan bagi seorang muslimah untuk dapat memahami ,termotifasi dan membekali diri agar dapat melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu tugas suami dengan baik.

Dengan tarbiyah,muslimah akan dapat sukses mendidik anak.

Pemahaman akan nilai strategis seorang anak sebagai investasi pahala yang tak pernah putus bagi orang tuanya, akan memotivasi para muslimah untuk senantiasa memperhatikan dan bersemangat dalam mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabani, saleh dan muslih. Pemahaman dan kesadaran demikian akan muslimah dapatkan dalam proses tarbiyah . Berawal dari pemahaman dan kesadaran inilah seorang muslimah akan berjuang sungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya. 

Pada hakekatnya, tarbiyatul aulad adalah merupakan kewajiban dan tanggung bersama antara ayah dan ibu,akan tetapi secara fitrah,muslimah akan lebih dekat interaksinya dengan anak-anak,karena ia sudah berinteraksi secara fisik dengan “ibu” sejak masih ada dalam kandungan. Seorang ayah seringkali lebih banyak berperan pada hal-hal yang bersifat strategis dalam pendidikan anak, adapun manajemennya lebih banyak ada di tangan ibu.Oleh karena itu,seorang muslimah dituntut untuk memiliki dan memahami banyak ilmu,ketrampilan, dan hal-hal lain terkait dengan pendidikan anak,sehingga anak-anaknya akan menjadi sukses dunia akherat.
Rosulullah saw mengajarkan kepada kita bagaimana orang tua menyayangi anak-anaknya dengan ciuman kasih sayang,sehingga beliau mengomentari sahabat yang tidak pernah sekalipun mencium anak-anaknya dengan ungkapan “barangkali Allah telah mencabut kasih sayang dari dirinya”
Suatu kali Rasulullah saw juga mendoakan anak-anak yang sedang bermain dengan dagangannya dengan doa “ semoga Allah memberkahi daganganmu”
Demikian juga kita melihat contoh para shahabiah dan salafusshaleh dalam mentarbiyah anak-anaknya . Misalnya al Khansa,telah berhasil menanamkan jiwa syuhada kepada kelima anaknya,sehingga semuanya mendapatkan anugerah syahid. 

Seorang muslimah yang terbina sudah semestinya mencita-citakan agar suami dan anak-anak serta dirinya menjadi penghuni syurga dengan Rahmat dan Kasih SayangNYa.Inilah
Cita –cita muslimah seperti yang Allah firmankan dalam surat Atthur 21.



"Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1426], dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."

[1426] Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.


Jadi, ukuran kesuksesan mendidik anak adalah berhasil menjadikan anak-anaknya sebagi penghuni syruga. Adapun kesuksesan-kesuksesan yang sifatnya dunia dan materi hakekatnya itu merupakan eksesoris yang akan mempercantik “kesuksesan hakiki menjadi penghuni syurga”

Dengan Tarbiyah muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dan memberdayakan lingkungan masyarakat yang islami

Kehadiran muslimah di tengah lingkungan masyarakatnya harus dapat memberi pengaruh yang positif, mampu mencetak lukisan indah di tengah masyarakat, dan bukan melebur pada warna lukisan yang ada di masyarakat. Agar dapat memberikan pengaruh yang demikian, seorang muslimah membutuhkan bekal-bekal motifasi,keberanian,kebijaksanaan dan ketrampilan. Hal-hal ini insya Allah akan didapatkannya di dalam proses tarbiyah yang intensif. Di sini muslimah akan mampu memerankan dirinya sebagi agen of change (agen perubahan) ke arah yang lebih baik,tanpa mengorbankan prinsip yang kebenaran yang telah diyakininya. Sesuai dengan istilah Yahtalituuna walakin yatamayazun 

Secara umum, masyarakat yang melingkupi kehidupan muslimah sekarang ini, masih jauh dari nilai –nilai kebenaran. Berbagai fenomena menunjukkan betapa manusia masih diperbudak oleh malkhluk dan hawa nafsunya. Lihatlah ,betapa banyak wanita-wanita yang notabene seorang muslim, tampil dengan pakaian yang minim, betapa banyak remaja yang berbeda jenis bergaul tanpa batas. Lihat pula gerombolan ibu2 yang lebih suka bergosif dengan sesama tanpa merasa bersalah. Lihat pula betapa banyak ibu-ibu dari kalangan menengah ke atas lebih senang berburu perhiasan dan perabot rumah yang yang harganya berlipat2 dari gaji seorang guru. Semua fenomene tersebut membutuhkan perhatian yang serius dan kerja keras dari para muslimah yang terbina untuk mengembalikan masyarakat kepada fitrahnya yang hanif dan cinta kebenaran. 

Salah satu hadis Rosul saw yang dapat di jadikan pedoman dalam merekayasa masyarakat adalah hadis yang artinya :

“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya,kalau dia tidak mampu,maka cegahlah dengan lisannya, dan kalau dia tidak mampu juga, maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman.

Jika seorang muslimah sudah tidak ada kepekaan dan kepedulian sama sekali melihat kemungkaran dan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat,maka ia dipertanyakan keimanannya. Selain itu, Allah juga mengingatkan kita di dalam firman Allah pada surat al anfal ayat 25

"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya."


Ayat ini seharusnya menjadi penyemangat bagi para muslimah untuk senantiasa proaktif dalam menyeru masyarakat nya kepada kebaikan,sehingga akan jauh dari Adzab atau siksa Allah. Di dalam aktifitas tarbiyah ,muslimah akan mendapatkan banyak motifasi untuk selalu berbuat,berjuang dan melakukan banyak hal . Maka tarbiyah bagi muslimah adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya.

Semoga bermanfaat....

Disarikan dari kajian manhaj Tarbiyah.